Saat ini di kota Samarinda, setiap kali datang hujan baik
itu rintik-rintik apalagi deras walaupun hanya beberapa jam saja, warga
Samarinda mulai diliputi kecemasan akan datangnya banjir . Jangankan di jalanan
utama, di dalam rumah pun bisa terendam banjir.
Mengapa hal ini bisa terjadi, Menurut pengamatan
penulis, permasalahan banjir di Kota Samarinda disebabkan oleh 3 faktor utama, yakni
sistem drainase, hutan kota, dan pertambangan. Hutan kota sebagai pengendali
keseimbangan tata air yang berada di Samarinda saat ini sudah mulai berkurang
bahkan hanya mencapai 8,25% dari luas Kota Samarinda. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya hutan kota yang digusur menjadi permukiman dan lainnya, sehingga
berdampak buruk bagi masyarakat luas, termasuk di sekitar rumah penulis, yang
dahulunya rimbun dengan pepohonan, sekarang mulai dibuat perumahan-perumahan
baru oleh para developer yang katanya sudah mengantongi izin dari pemerintah.
Biasanya setelah diguyur hujan lebat, sejumlah titik di Kota
Samarinda, Kalimantan Timur, kebanjiran. Dampaknya, nyaris seluruh ruas jalan
dalam kota macet di saat jam kantor. Sejumlah ruas jalan yang menjadi langganan
banjir pun terendam hingga ketinggian lutut orang dewasa. Daerah langganan
banjir biasanya berada di Simpang Empat Sempaja, di seputaran Stadion Madya
Sempaja. Air mengalir deras dari arah barat menuju Simpang Empat Sempaja.
Sumber : Sapos.co.id |
Berkaitan dengan masalah banjir yang perlu diperhatikan
penanggulangannya maka diusulkan sebagai berikut :
- Keruk Sungai Mahakam dan Karang Mumus. Hal ini penting dilakukan karena sebagian besar permasalahan rawan banjir Kota Samarinda adalah karena luapan sungai Mahakam dan Karangmumus serta adanya hambatan air masuk ke Sungai Karangmumus. Akibatnya parit-parit menjadi penuh dan air meluber ke jalan,
- Perketat Pembangunan Perumahan. Dalam pemberian pembangunan perumahan kepada developer, wajib mensyaratkan untuk menyisakan 30% dari luas kawasannya untuk tetap sebagai Ruang Terbuka Hijau, dimana separuhnya harus diperuntukkan bagi pepohonan. Demikian pula dalam jalan-jalan, wajib untuk ditanami pepohonan. Selain itu, untuk setiap bangunan yang dibangun, wajib memiliki sumur resapan (ataupun bio-pori) dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap bangunan. Dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) wajib menambahkan prasyarat untuk membuat sumur resapan (ataupun bio-pori) dengan volume dan jumlah yang disesuaikan dengan luasan atap bangunan, pada setiap IMB yang akan diberikan. Lebih disarankan untuk membangun dengan model panggung, dimana pada bagian tanah tidak dilapisi lagi dengan semen. Dan untuk kepentingan jalan di areal rumah/bangunan, menggunakan paving-block berpori. Prasyarat berikutnya adalah kewajiban menanam 6 (enam) batang pohon untuk setiap rumah/bangunan, dan bukan semata taman. Yang dimaksud pohon adalah tumbuhan berkayu yang dapat memiliki diameter lebih dari 10 cm.
- Perketat izin Pertambangan. Pertambangan yang ada di Samarinda sudah sedemikian banyak tapi, masih juga banyak pertambangan baru yang dibuka, coba pemerintah meninjau lagi izinnya, dan melihat secara lebih “objektif” apa pentingnya batu bara bagi masyarakat Samarinda, karena walaupun kaya akan batu bara, Samarinda tetap saja kekurangan listrik.
- Memperbanyak ruang terbuka hijau/taman kota. Ruang terbuka hijau dapat menajdi area resapan banjir dan menciptakan udara yang bersih. Ketersediaannya diharapkan mencapai 30% supaya dapat menjadi daerah yang menampung debit air yang tinggi.
Kesimpulannya menurut saya, Pemerintah dan Perwakilan
Masyarakat Samarinda harus duduk bersama-sama mencari jalan keluar untuk segera
menuntaskan masalah banjir ini. Lalu bertindak cepat untuk menanggulanginya.
Segenap komponen masyarakat diharapkan mendukung segala upaya untuk mencegah banjir
datang kembali sehingga aktivitas masyarakat dapat berjalan dengan lancar.
**** Tentang Samarinda
**** Tentang Samarinda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar